Rabu, 07 Januari 2015

ANALISIS PUISI KARAWANG-BEKASI 

KARYA CHAIRIL ANWAR

ANALISIS SASTRA
 DALAM PUISI KARAWANG - BEKASI
Karya Chairil Anwar 
Disusun Oleh: 
Tommy Faesol 
08410287 
1F
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
IKIP PGRI SEMARANG
2008


Pendahuluan
Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poites, yang berarti pembangun, pembentuk, pembuat. Dalam bahasa Latin dari kata poeta, yang artinya membangun, menyebabkan, menimbulkan, menyair. Dalam perkembangan selanjutnya, makna kata tersebut menyempit menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak dan kadang-kadang kata kiasan (Sitomorang, 1980:10).
Ketertarikan penganalisis karya sastra terhadap puisi berjudul Karawang – Bekasi Karya Chairil Anwar adalah karena hampir semua kata – kata yang digunakan oleh pengarang puisi memiliki pemaknaan yang dalam. Pada kesempatan ini, penganalisis meneliti puisi berdasarkan teori strukturalis karya sastra, yaitu dengan meneliti unsur intrinsik puisi yang berupa tema, majas, citraan, rima, diksi, dan amanat.
Pada dasarnya, teori strukturalis karya sastra adalah merupakan cara berfikir tentang dunia yang terutama berhubungan dengan tanggapan dan deskriksi struktur – struktur ( Suwardi, 2006:49 ). Penelitian ini  dilakukan obyektif yaitu menekankan aspek intrinsik karya sastra. Penelitian struktual akan memandang karya sastra sebagai sosok yang berdiri sendiri, mengesampingkan unsur di luar karya sastra. Sebagai model penelitian, teori strukturalis bukan tanpa kelemahan. Kelemahan teori ini adalah karya sastra seakan – akan diasingkan dari konteks fungsinya, sehingga dapat kehilangan relevansi sosial, tercerabut dari sejarah, dan terpisah dari aspek kemanusiaan.
Pembahasan
1. Tema .
Tema merupakan gagasan, ide atau pikiran utama di dalam karya sastra, baik yang terungkap maupun tidak (Sujiman, 1990:78). Menurut peneliti puisi, tema pada puisi Karawang - Bekasi adalah “perjuangan para pahlawan yang telah gugur dalam medan perang dan terbaring antara Kota Krawang sampai Kota Bekasi”. Hal ini dapat dilihat pada baris pertama dan terakhir pada puisi. Yaitu pada baris pertama “Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi” dan pada baris terakhir “Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi”.
2. Bahasa Kiasan.
Unsur bahasa kiasan (figurative language) adalah untuk mendapatkan efek estetis dengan pengungapannya secara tak langsung. Kadang kala, untuk mendapatkan kejelasan gambaran angan. Bahasa kiasan bermacam-macam, antara lain simile (perbandingan), metafora (perbandingan tak langsung),  personifikasi, metonimi, sinekdoki, dan alegori (Pradopo, 2002:62). Bahasa kiasan biasanya kita kenal dengan sebutan majas.
Pada puisi Karawang – Bekasi memiliki berbagai majas, diantaranya
  1. Majas metonimia, seperti yang ada dalam kalimat “Kami cuma tulang-tulang berserakan”.
  2. Majas metafora yaitu pada kalimat “Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenanga dan harapan atau tidak untuk apa-apa”.
  3. Majas sinekdoki yaitu pada kalimat “Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak”.
3. Citraan.
Citraan (imagery) adalah gambaran angan yang bermanfaat dalam pemahaman puisi. Citraan memungkinkan kita untuk mencitrakan atau membayangkan kata-kata. Citraan ini sangat bermanfaat dalam menghidupkan puisi   Beberapa macam citraan antara lain citraan penglihatan (visual), citraan pendengaran (auditory), citraan lidah atau rasa (tactile), citraan gerak (kinaestetik), dan citraan rabaan (termal).
Pada puisi Karawang – Bekasi memiliki beberapa citraan. Diantaranya
  1. Citraan pendengaran dalam kalimat “Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak”.
  2. Citraan penglihatan yaitu dalam kalimat “Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi”.
  3. Citraan garak dalam kalinmat “Kami sudah coba apa yang kami bisa”.
  4. Citraan kesedihan yang tergambar pada kalimat “ Kenang, kenanglah kami yang tinggal tulang – tulang diliputi debu”.
  5. Citraan lingkungan pada kalimat “Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi”.
4. Rima.
Rima adalah persamaam bunyi dalam puisi. Dalam rima dikenal perulangan bunyi yang cerah, ringan, yang mampu menciptakan suasana kegembiraan serta kesenangan. Bunyi semacam ini disebut euphony. Sebaliknya, ada pula bunyi-bunyi yang berat, menekan, yang membawa suasana  kesedihan. Bunyi semacam ini disebut cacophony.
Rima mempunyai jenis yang beraneka ragam, diantaranya :
  1. Berdasakan bunyinya, rima dibagi menjadi :
a.      Rima sempurna, yaitu persamaan bunyi pada suku-suku kata terakhir.
b.      Rima tak sempurna, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada sebagian suku kata terakhir.
c.      Rima mutlak, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada dua kata atau lebih secara mutlak (suku kata sebunyi).
d.      terbuka, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku akhir terbuka atau dengan vokal sama.
e.      Rima tertutup, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku kata tertutup (konsonan).
f.       Rima aliterasi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada bunyi awal kata pada baris yang sama atau baris yang berlainan.
g.      Rima asonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada asonansi vokal tengah kata.
h.      Rima disonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapaat pada huruf-huruf mati/konsonan.
2.  Berdasarkan letaknya, rima dibedakan menjadi :
a.       Rima awal, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada awal baris pada tiap bait puisi.
b.      Rima tengah, yaitu persamaan bunyi yang terdapat di tengah baris pada bait puisi.
c.       Rima akhir, yaitu persamaan bunyi yang terdapat di akhir baris pada tiap bait puisi.
d.      Rima tegak yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada bait-bait puisi yang dilihat secara vertical.
e.       Rima datar yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada baris puisi secara horizontal.
f.       Rima sejajar, yaitu persamaan bunyi yang berbentuk sebuah kata yang dipakai berulang-ulang pada larik puisi yang mengandung kesejajaran maksud.
g.      Rima berpeluk, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama antara akhir larik pertama dan larik keempat, larik kedua dengan lalrik ketiga (ab-ba).
h.      Rima bersilang, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama antara akhir larik pertama dengan larik ketiga dan larik kedua dengan larik keempat (ab-ab).
i.        Rima rangkai/rima rata, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir semua larik (aaaa).
j.        Rima kembar/berpasangan, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir dua larik puisi (aa-bb).
k.      Rima patah, yaitu persamaan bunyi yang tersusun tidak menentu pada akhir larik-larik puisi (a-b-c-d).
Walaupun puisi Karawang – Bekasi tergolong puisi yang panjang, tapi ternyata tak banyak rima yang ada di dalamnya. Tapi karena ini adalah puisi, tentunya masih memiliki rima, diantaranya :
1.      Rima mutlak, yaitu yang terdapat pada baris 14 - 15 dan baris 18 -19 pada kalimat :
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
2.      Rima patah, terdapat hampir di semua baris. Misalnya baris 1 – 5, yaitu pada kalimat :
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
5. Diksi.
Diksi  adalah pilihan kata atau frase dalam karya sastra. Kata-kata yang dipilih oleh penyair merupakan ”kata pilihan” untuk mengungkapkan apa yang disampaikannya secara tepat. Efek yang muncul dari pemilihan kata ini adalah adanya imajinasi yang estetis. Pemilihan kata juga bisa menjadi ciri dari seorang penyair (idiosinkresi).
Pada puisi ini terdapat beberapa diksi, diantaranya :
·         Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
·         Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
·         Kami cuma tulang-tulang berserakan
·         Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
5. Amanat.
            Amanat adalah sebuah pesan, tapi bisa juga berupa perintah yang di sampaikan pengarang kepada pembaca. Pesan atau perintah tersebut bisa tersurat (implisit) dan bisa tersirat (eksplisit), tergantung dari bagaimana cara pengarang mengungkapkanya. Di dalam Puisi Karawang – Bekasi terdapat banyak amanat.
Diantaranya yang diungkapakan oleh pengarang cerita secara tersurat (implisit) adalah pada kalimat
·         Kenang, kenaglah kami
·         Teruskan, teruskan jiwa kami
·         Berikan kami arti
·         Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Dan amanat yang diungkapkn pengarang dengan tersirat (eksplisit) antara lain adalah  :
·         Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Menurut peneliti puisi, amanat tersebut mempunyai arti “ walaupun Negara ini sudah merdeka, tapi belum bisa mengahargai jasa – jasa pahlawan yang gugur saat berjuang malawan penjajah demi kemerdekaan ”.
·         Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Arti pada amanat ini adalah “ hanya kita sebagai penerus kemerdekaan yang mampu memberi nilai dan menghargai para pahlawan yang telah gugur”.
Penutup
1. Kesimpulan.
Analisis karya sastra puisi dengan landasan teori strukturalis adalah dengan menganalisis unsur intrinsik puisi yang berupa tema, bahasa kiasan, citraan, diksi, dan amanat. Puisi Karawang – Bekasi telah memiliki lima unsur tersebut. Jadi puisi ini tergolong puisi yang baik.
Bila kita menganalisis karya sastra dengan teori struktualis, maka analisis pada puisi akan lebih rumit daripada analisis pada karya sastra lain (novel, cerpen, roman). Hal ini disebabkan karena unsur intrinsik pada puisi lebih memerlukan pemikiran yang dalam. misalnya pada penentuan gaya bahasa. Bila peneliti tidak benar – benar teliti, bisa jadi puisi ini menjadi puisi yang tanpa gaya bahasa.
2. Saran.
Dengan mengkaji makna dari puisi Karawang – Bekasi, peneliti puisi ini memeliki beberapa saran untuk para pembaca. Saran – saran tersebut antara lain adalah :
·         Sebagai penikmat kemerdekaan, kita tidak boleh lupa dengan jasa – jasa para pahlawan yang dulunya rela mati demi merdekanya bangsa ini.
·         Jiwa pahlawan adalah jiwa seorang ksatria, maka kita harus bisa meniru dan meneruskan jiwa  yang dimiliki para pahlawan.
·         Kita adalah generasi penerus bangsa, jadi kita harus bisa mengisi kemerdekaan ini dengan pembangunan.
·         Berfikirlah positif!, karna dengan berfikir positif kita dapat memiliki jiwa dengan mental yang kuat.
Daftar Pustaka

Endraswara, Suwardi. 2006. Metodologi Penelitian Sastra. Pustaka Widyadatama : Yogyakarta.
Harjito. 2006. Melek Sastra. Semarang : Aneka Ilmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar