Minggu, 18 Januari 2015

Rasuna Said, Srikandi Indonesia

Rasuna Said, Srikandi Indonesia

Siapa tidak bangga, dipuji Presiden Sukarno di hadapan lautan massa. Siapa yang tidak senang, disebut-sebut namanya dalam narasi pidato seorang Presiden Sukarno. Terlebih, pujian itu lantas disambut gegap-gempita serta gemuruh massa. Adalah Hajjah Rangkayo (HR) Rasuna Said, wanita pejuang yang mendapat kehormatan itu.
Peristiwanya terjadi di Bandung, pada tanggal 18 Maret 1958, saat Bung Karno datang untuk kesekian kalinya ke kota yang menjadi kawah candradimukanya semasa muda dulu. Hari itu, Bung Karno datang untuk menyampaikan amanat pada suatu rapat akbar. Amanat itu masih seputar Pancasila. Sebelum dan sesudah Bandung, banyak kota lain yang dikunjungi Bung Karno, untuk menyampaikan pidato dengan tema yang sama: Pancasila.
Dalam pidato di Bandung tadi, Bung Karno memberi judul amanatnya “Tidak Ada Kontra Revolusi Bisa Bertahan”. Nah, dalam kesempatan itu, HR Rasuna Said termasuk tokoh pejuang yang diundang, serta didaulat pula untuk menyampaikan orasi pembuka.
Apa relevansi kehadiaran HR Rasuna Said dengan pidato Bung Karno. Ternyata cukup kental serta memiliki nilai historis yang luar biasa mengagumkan. Bayangkan, saat-saat itu, pemerintah pusat sedang digoncang gerakan separatis, salah satunya adalah gerakan makar oleh PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia).
Puncak pemberontakan aksi makar PRRI terjadi pada tanggal 15 Februari 1958 melalui ultimatum Dewan Perjuangan PRRI di Padang, Sumatera Barat. Nah, pidato Bung Karno terjadi 18 Maret 1958 di Bandung. Itu artinya, situasi memang sedang hangat. Kehadiran HR Rasuna Said, yang merupakoh pergerakan kelahiran Maninjau, Agam, Sumatera Barat, menjadi bernilai politis.
Terlebih, tokoh bangsa kelahiran 14 September 1910 ini, telah dikenal luas sebagai pejuang kemerdekaan Republik Indonesia. Selain itu, ia pun tokoh persamaan hak antara pria dan wanita. Sejak muda, ia telah gigih berjuang. Bermula dari aktivitasnya di Sarekyat Rakyat, kemudian menjadi anggota Persatuan Muslim Indonesia (Permi).
Rasuna Said juga dikenal sangat mahir dalam berpidato. Banyak pidato Rasuna Said yang isinya mengecam secara tajam ketidakadilan pemerintah Belanda, sehingga ia sempat ditangkap dan dipenjara di Semarang pada tahun 1932. Bahkan semasa pendudukan Jepang pun, ia aktif mendirikan organisasi pemuda Nippon Raya di Padang, yang kemudian dibubarkan pemerintah Jepang.
Moral apa yang hendak disampaikan Bung Karno dengan membawa serta Rasuna Said, bahkan memintanya berpidato terlebih dulu? Rupanya itulah siasat Bung Karno untuk menghantam gerakan separatis yang didukung tokoh-tokoh lokal seperti Achmad Husein Cs dan Sjafruddin Prawiranegara Cs. Dua pentolan separatis itulah yang semula bersikap alot dan memusuhi Bung Karno.
Bung Karno memuji HR Rasuna Said sebagai Srikandi Indonesia. Bung Karno memuji kegigihan Rasuna Said dalam berjuang fisik menentang penjajahan. Bung Karno juga memuji ketangguhan mental Rasuna Said, meski sempat diringkus Belanda dan dijebloskan ke penjara. Lebih dari itu, Rasuna Said berasal dari Sumatera Barat. Lebih penting lagi dari itu adalah bahwa Rasuna Said tetap loyal kepada Presiden Sukarno, tetap setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tidak seperti Achmad Husein dan Sjafruddin Prawiranegara.
Dalam kalimat lugas bisa dikatakan bahwa, tokoh pahlawan sekaliber HR Rasuna Said saja tetap mendukung, dan membantu jalannya revolusi, tegaknya Republik Indonesia yang telah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Kepada massa diyakinkan bahwa gerakan makar PRRI tidak akan berhasil, karena setiap gerakan kontra revolusi, pasti berujung pada kegagalan. Sejarah kemudian mencatat, tidak satu pun gerakan makar yang berhasil.
(sumber: rosodaras.wordpress.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar