Minggu, 18 Januari 2015

Mengintip Debat Puisi Bung Karno dan Haji Agus Salim

Mengintip Debat Puisi Bung Karno dan Haji Agus Salim

Pada akhir 1920-an, nasionalisme berkobar di bumi Indonesia meskipun masih dalam jajahan Belanda. Bung Karno sebagai nasionalis menggambar cinta kebangsaan didorong oleh cinta tanah air, oleh kecintaan kepada birunya gunung dan moleknya ladang. Bung Karno pun membuat puisi:
Ibumu Indonesia teramat cantik. 
Cantik langitnya dan buminya, cantik gunungnya dan rimbanya, cantik lautnya dan sungainya, cantik sawah dan ladangnya, cantik gurunnya dan padangnya.
Hawanya yang terlebih baik, terlebih sehat dan terlebih sejuk bagi kamu.
Ibumu Indonesia teramat baik. Airnya yang kamu minum, nasinya yang kamu makan.
Ibumu Indonesia teramat kaya. Buminya hanya minta ditegur, maka menghasilkan ia macam-macam kekayaan dan keperluan dunia, hanya minta diasuh dipelihara sedikit, akan menimbulkan dan menumbuhkan pelbagai hasil keperluan hidup.
Ibumu Indonesia teramat kuat dan sentosa. 
Dari dulu ia melahirkan pujangga, pahlawan dan pendekar.
Dan sekarang ini pun dalam zaman susah dan sukar serta sempit hidupnya ini tak pernah behenti juga ia melahirkan putra-putra yang cakap-cakap, gagah berani.
Maka tidak lebih dari wajibmu apabila kamu memperhambakan, membudakkan dirimu kepada Ibumu Indonesia, menjadi putra yang mengikhlaskan setiamu kepadanya.
Nasionalisme Bung Karno ditolak keras Haji Agus Salim . Mereka berdebat sengit lewat tulisan. Bagi Haji Agus Salim dari golongan Islam, nasionalisme itu karena Allah Ta’ala. Nasionalisme seperti ini tidak peduli apakah tanah air cantik, molek atau tidak. Haji Agus Salim pun berpuisi dengan judul “Tanah Air Kita”:
Apa keikatan kita? 
Menyebuahkan usaha
Menjadi azas utama
Pada tujuan mulia
Tujuan kita yang sama
Meninggikan derajat Indonesia
(Sumber: Merdeka.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar